Minggu, 08/09/2024 12:02 WIB

IFBEC Beberkan 8 Masalah Utama Pariwisata Bali

IFBEC menemukan setidaknya terdapat delapan masalah utama pariwisata Bali, termasuk pelanggaran turis asing, penyalahgunaan visa wisata, hingga retribusi sampah.

Tugu selamat datang di Bandara Ngurah Rai, Bali (Foto: Lintang/Balimemo)

Balimemo.com - Berbagai masalah pariwisata yang muncul di Bali menyita perhatian Indonesia Food & Beverage Executive (IFBEC). Tak hanya mengenai wisatawan asing, setidaknya terdapat delapan isu utama terkait pariwisata Bali.

Pertama ialah masalah transportasi umum dan kemacetan. Ketua Umum IFBEC, I Ketut Darmayasa mengatakan bahwa isu kemacetan menjadi salah satu keluhan wisatawan saat datang ke Pulau Dewata. Karena itu, menurut dia, perlu ada penanganan serius dari pemerintah daerah.

"Banyak wisatawan yang merasa ada keluhan kenapa bali dikelola seperti saat ini," kata Darmayasa saat ditemui Balimemo.com di sela-sela pertemuan bulanan IFBEC di Sanur, Bali, pada Kamis (27/6) malam. Pertemuan ini turut membahas pemilihan IFBEC Bali periode 2024-2028.

Masalah kedua ialah maraknya praktik penggunaan area hijau di Bali sebagai lahan industri. Hal ini juga diperburuk dengan viralnya keberadaan Kampung Rusia yang sempat disebut-sebut membatasi akses bagi wisatawan lain, termasuk warga lokal.

"Ketiga, manajemen sampah yang masih menjadi masalah. Sampah dari industri pariwisata dan perhotelan itu belum terkelola dengan baik," ujar Darmayasa.

Keempat, IFBEC juga menyoroti menjamurnya penyalahgunaan visa para wisatawan asing untuk melakukan bisnis ilegal di Bali. Para WNA yang datang dengan visa wisata, malah terlibat dalam berbagai lini usaha.

"Sampai ada wisatawan yang menjadi ojek, bisnis laundry, dan lini usaha yang lain," dia menambahkan.

Kemudian, implementasi retribusi sampah bagi wisatawan asing dinilai belum berjalan optimal, meski telah diatur oleh Perda Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali.

"Sekarang itu di airport orang (petugas) masih nyari-nyari, ini sudah bayar atau belum," kata Darmayasa.

Masalah geopolitik dunia juga turut berimbas ke pariwisata Bali. Darmayasa mencontohkan, konflik antara Rusia dan Ukraina menyebabkan gandum kian langka, dan pada akhirnya membuat harga bahan utama roti itu meroket tajam.

"Ada pula ketakutan terkait inflasi dan resesi. Sempat dolar mengalami kenaikan signifikan. Ini juga perlu diamati masyarakat, sehingga infasi bisa dikelola dengan baik oleh negara," ujar dia.

Juga, terkait keberlanjutan pariwisata Bali juga menjadi salah satu masalah utama. Dia menyebut Bali saat ini membutuhkan dukungan penuh untuk melestarikan alam dan budaya, serta menjaga taksu Bali tetap lestari.

Karena itu, dari sekian banyak masalah tersebut, IFBEC menawarkan berbagai solusi. Di antaranya, pemerintah daerah harus menetapkan cetak biru (blue print) pariwisata Bali. Hal ini guna stakeholder dan masyarakat memahami arah pembangunan pariwisata Bali.

Selanjutnya, IFBEC memandang Bali perlu diberikan otorita khusus dalam mengelola pariwisata terutama di bidang perizinan dan pengelolaan. Pasalnya, saat ini terjadi disparitas pendapatan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) cukup signifikan di antara sembilan kabupaten/kota di Bali.

"Kabupaten yang paling banyak penghasilan PHR itu dari kabupaten Badung. Banyak daerah kabupaten lain terutama Bangli sebagai penyangga air untuk Bali tidak bisa mendirikan hotel atau industri yang lain secara massif. Bagaimana mereka bisa mendapatkan PHR kalau mereka jadi sumber air yang ada di Bali?" dia menambahkan.

Adapun terkait penegakan hukum retribusi sampah, IFBEC mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengintegrasikan biaya retribusi ke dalam pengajuan visa wisatawan asing di negara mereka masing-masing. Sehingga, ketika WNA datang ke Bali, mereka tak perlu lagi ditagih di bandara kedatangan.

Pengintegrasian pembayaran retribusi sampah ini juga harus disertai dengan sosialisasi mengenai anjuran dan larangan jauh-jauh hari sebelum wisatawan asing tiba di Bali, guna mengantisipasi terjadinya pelanggaran hukum dan adat saat mereka berlibur di Pulau Dewata.

"Kalau turis dari Singapura, Malaysia dan negara tetangga masih gampang. Tapi kalau negara lain, Amerika, Eropa, yang notabene lebih dari 12 jam terbang ke Bali, mereka harus bayar lagi itu, mereka sudah capek, ingin segera tiba di hotel," kata Darmayasa.

TAGS : Pariwisata Bali IFBEC Ketut Darmayasa Kampung Rusia Turis Asing




TERPOPULER :