Candi Tebing Tegalinggah di Kabupaten Gianyar, Bali (Foto: Dok. Kemdikbudristek)
Balimemo.com - Di jantung Kabupaten Gianyar, Bali, tersembunyi sebuah harta karun arkeologi yang belum banyak dikenal, Candi Tebing Tegallinggah. Terletak di Dusun Tegallinggah, Desa Bedulu, candi ini menjadi saksi bisu kejayaan masa lampau.
Keunikan Candi Tebing Tegallinggah terletak pada bangunannya yang terpahat langsung pada tebing batuan vulkanik, hasil letusan purba Gunung Batur.
Candi ini menjadi bagian integral dari rangkaian situs arkeologi di sepanjang Daerah Aliran Sungai Pakerisan, dimulai dari Pura Pegulingan, Pura Tirta Empul, Pura Mangening, Pura Gunung Kawi, Candi Tebing Krobokan, Pura Penguku-Ukuran, Pura Subak Bubugan, dan Candi Tebing Tegalinggah.
Kompleks candi ini terdiri dari empat struktur utama: dua Candi Tebing dengan tiga menara, sebuah gapura, dan sebuah ceruk. Keseluruhan struktur ini telah tercatat dalam inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali, meskipun masih ada satu ceruk di sisi timur yang belum terdokumentasi secara menyeluruh.
Sejarah penemuan candi ini tak kalah menarik. Krijgsman, seorang peneliti dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Bali, pertama kali menemukan kompleks ini pada 1952 silam.
Meski pahatan di tebing dianggap sebagai pintu gerbang pada awalnya, penelitian lebih lanjut dari Krijsman menemukan adanya tangga menuju bagian atas sebagai lokasi pertapaan. Di cerukan tebing ini akhirnya ditemukan struktur candi yang lebih lengkap.
Para ahli memperkirakan Candi Tebing Tegallinggah dibangun pada masa Bali kuno, atau sekitar abad ke-10 hingga 14 Masehi. Beberapa sumber bahkan menyebutkan kemungkinan pembangunannya pada abad ke-13. Berdasarkan gaya arsitekturnya, candi ini dikategorikan dalam periode `Middle Classical`.
Namun, keberadaan candi ini kini terancam. Sebagai situs living monument yang masih dimanfaatkan masyarakat, candi ini menghadapi berbagai tantangan pelestarian.
Ancaman utama datang dari kondisi geologis dan hidrologis setempat. Lokasinya di tebing miring meningkatkan risiko longsor, sementara rembesan air irigasi dari daerah atas mengikis struktur candi secara perlahan namun pasti.
Perkembangan pariwisata juga membawa tantangan baru. Dikutip dari laman Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek, seiring dengan meningkatnya jumlah pengunjung, jika tidak dikelola dengan baik, maka dapat mengancam keaslian dan integritas situs yang kini berstatus sebagai Obyek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) tersebut.
Candi Tebing Tegallinggah bukan sekadar bangunan kuno. Ia adalah jendela ke masa lalu, memberikan gambaran tentang kehidupan sosial, ekonomi, teknologi, dan religi masyarakat Bali kuno. Sifatnya yang unik, langka, dan tak tergantikan menjadikannya aset berharga yang memerlukan perhatian dan perlindungan khusus.
Upaya pelestarian, baik preventif maupun kuratif, menjadi kunci dalam menjaga kelangsungan Candi Tebing Tegallinggah. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat lokal, dan para ahli untuk memastikan warisan budaya ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang, sambil tetap menghormati nilai historis dan spiritual yang dikandungnya.
Candi Tebing Tegallinggah berdiri sebagai pengingat akan kekayaan sejarah dan budaya Bali. Dalam menghadapi modernisasi dan perkembangan pariwisata, situs ini menjadi simbol pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan dan pelestarian warisan budaya.
TAGS : Candi Tebing Tegalinggah Situs Purbakala Pertapaan Kuno Bali