Ilustrasi sawah terasering di Bali (Foto: Unsplash/Rob M.)
Balimemo.com - Konsep terasering di Bali merupakan salah satu warisan budaya dan arsitektur pertanian yang paling menakjubkan di Indonesia. Teknik pertanian ini telah menjadi bagian integral dari lanskap dan budaya Bali selama berabad-abad.
Sejarah sawah terasering di Bali konon sudah ada sejak abad ke-9, ketika teknik ini diperkenalkan oleh para pendatang dari Jawa. Namun, beberapa pakar menyatakan praktik ini mungkin sudah ada di Bali jauh sebelumnya.
Sistem irigasi yang rumit, yang dikenal sebagai `subak`, dikembangkan bersamaan dengan sawah terasering ini untuk mengelola distribusi air secara efisien di daerah perbukitan.
Pembangunan sawah terasering bukan hanya tentang pertanian, tetapi juga merupakan manifestasi dari konsep Tri Hita Karana, yakni filosofi Bali yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Terasering tidak hanya berfungsi untuk menanam padi, tetapi juga membantu mencegah erosi tanah, mengkonservasi air, dan menciptakan mikroklim yang menguntungkan bagi pertanian.
Selama berabad-abad, teknik ini terus disempurnakan dan diadaptasi oleh petani Bali. Mereka mengembangkan sistem pengukuran tradisional yang rumit untuk memastikan setiap teras memiliki ketinggian dan kemiringan yang tepat.
Pengetahuan ini diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan sawah terasering bukan hanya sebagai teknik pertanian, tetapi juga sebagai warisan budaya yang hidup.
Pada awal abad ke-20, ketika Bali mulai menjadi tujuan wisata, keindahan sawah terasering mulai dikenal luas. Fotografer dan seniman dari seluruh dunia tertarik dengan pemandangan menakjubkan yang ditawarkan oleh lanskap ini. Hal ini tidak hanya meningkatkan popularitas Bali sebagai destinasi wisata, tetapi juga membantu melestarikan praktik pertanian tradisional ini.
Namun, modernisasi dan perkembangan pariwisata juga membawa tantangan bagi kelangsungan sawah terasering. Banyak petani muda yang lebih memilih pekerjaan di sektor pariwisata, meninggalkan lahan pertanian mereka.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Bali dan berbagai organisasi telah melakukan upaya untuk melestarikan sawah terasering, termasuk mendaftarkannya sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 2012.
Saat ini, sawah terasering Bali tidak hanya berfungsi sebagai lahan pertanian, tetapi juga sebagai daya tarik wisata utama. Wisatawan dari seluruh dunia datang untuk menyaksikan keindahan lanskap ini, terutama saat matahari terbit atau terbenam.
Beberapa desa bahkan telah mengembangkan program agrowisata, memungkinkan pengunjung untuk belajar tentang teknik pertanian tradisional dan berpartisipasi dalam kegiatan pertanian.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan modern, sawah terasering Bali tetap menjadi simbol kuat dari warisan budaya dan kearifan lokal. Keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya hidup selaras dengan alam dan melestarikan praktik tradisional yang telah terbukti berkelanjutan selama berabad-abad.
Bagi yang ingin menikmati keindahan sawah terasering di Bali, berikut ini beberapa rekomendasi tempat terbaik versi Balimemo.com:
1. Desa Tegalalang, Ubud
Salah satu lokasi sawah terasering paling terkenal di Bali, menawarkan pemandangan spektakuler dan fasilitas wisata yang lengkap.
2. Desa Jatiluwih, Tabanan
Diakui sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO, area ini memiliki sawah terasering yang luas dan masih sangat otentik.
3. Desa Belimbing, Tabanan
Lokasi yang lebih tenang dan kurang ramai, menawarkan pemandangan sawah terasering yang murni dan alami.
4. Desa Pupuan, Tabanan
Terkenal dengan pemandangan sawah terasering yang hijau subur, cocok untuk penggemar fotografi lanskap.
5. Desa Sidemen, Karangasem
Menawarkan pemandangan sawah terasering dengan latar belakang Gunung Agung yang megah.
TAGS : Sawah Terasering Budaya Bali Konsep Pertanian