Tradisi Permainan Mekaré-kare dari Bali (Foto: Antara)
Balimemo.com- Mekaré-kare, juga dikenal sebagai Perang Pandan, adalah salah satu tradisi unik dan sakral yang dilakukan oleh masyarakat Bali Aga, terutama di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, yang dalam agama Hindu dikenal sebagai dewa perang dan pelindung.
Sejarah dan Latar Belakang Mekaré-kare
-
Asal Usul: Tradisi Mekaré-kare berasal dari kepercayaan masyarakat Tenganan yang meyakini bahwa mereka adalah keturunan langsung dari Dewa Indra. Dalam kepercayaan tersebut, Mekaré-kare dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian kepada Dewa Indra, yang telah memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi mereka. Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah desa dan keunikan budaya Bali Aga yang berbeda dari budaya Bali pada umumnya.
-
Makna Simbolis: Perang Pandan, sebagai inti dari Mekaré-kare, memiliki makna simbolis sebagai perwujudan keberanian, kejantanan, dan semangat kepahlawanan. Para peserta menunjukkan kesetiaan dan kekuatan mereka melalui pertempuran simbolis menggunakan pandan berduri. Ini juga dianggap sebagai bentuk ritual penyucian diri dan pengabdian kepada leluhur.
Pelaksanaan Mekaré-kare
-
Waktu Pelaksanaan: Mekaré-kare biasanya dilaksanakan setiap tahun pada bulan Juni atau Juli, selama upacara Usaba Sambah, yang merupakan salah satu festival terpenting di Desa Tenganan. Upacara ini berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan berbagai ritual adat dan persembahan.
-
Persiapan dan Perlengkapan: Dalam Perang Pandan, para pria muda di desa mengenakan pakaian adat khas Tenganan, seperti kain kamben (sarung tradisional) dan ikat kepala. Mereka bersenjatakan pandan berduri yang dipegang di satu tangan, sementara tangan lainnya dilindungi oleh tameng kecil yang terbuat dari anyaman rotan.
-
Proses Perang Pandan: Perang Pandan dilakukan di sebuah arena yang biasanya berupa lapangan terbuka di tengah desa. Pertempuran ini dilakukan secara berpasangan, di mana dua pria saling menyerang dan bertahan menggunakan pandan berduri. Meskipun pertempuran ini terlihat sengit, tujuannya bukan untuk menyakiti lawan, melainkan untuk menunjukkan keberanian dan ketangkasan.
-
Peran Musik dan Gamelan: Selama pertempuran, musik gamelan Bali dimainkan untuk mengiringi jalannya acara. Musik ini tidak hanya memberikan semangat kepada para peserta tetapi juga menciptakan suasana sakral yang mendalam.
Makna Sosial dan Budaya
-
Penghormatan kepada Leluhur: Mekaré-kare bukan hanya sekadar pertempuran fisik, tetapi juga sarana untuk menghormati leluhur dan menjaga warisan budaya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Ini adalah cara bagi masyarakat Tenganan untuk terus menghubungkan diri mereka dengan sejarah dan identitas mereka.
-
Pemersatu Komunitas: Tradisi ini juga berfungsi sebagai pemersatu komunitas. Seluruh masyarakat desa terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan upacara, yang memperkuat ikatan sosial di antara mereka. Bagi para pemuda, ini juga merupakan kesempatan untuk menunjukkan kedewasaan dan kesiapan mereka untuk menjadi bagian dari komunitas.
-
Atraksi Budaya: Di era modern, Mekaré-kare juga menjadi daya tarik wisata yang menarik perhatian pengunjung dari berbagai penjuru dunia. Meskipun begitu, tradisi ini tetap dijaga keasliannya dan tidak hanya dilakukan untuk tujuan komersial, melainkan sebagai ritual adat yang sakral.
Tantangan dan Pelestarian
Dengan masuknya pengaruh luar dan perkembangan pariwisata, menjaga keaslian dan makna sakral dari Mekaré-kare menjadi tantangan tersendiri. Namun, masyarakat Tenganan dengan bangga terus melestarikan tradisi ini, memastikan bahwa nilai-nilai spiritual dan budaya yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan dihormati.
Secara keseluruhan, Mekaré-kare adalah tradisi yang kaya akan nilai sejarah, spiritual, dan sosial, yang tidak hanya memperlihatkan keunikan budaya Bali Aga tetapi juga memperkuat identitas komunitas Tenganan di tengah perubahan zaman.
TAGS : Bali Tradisi Permainan Mekare-kare