Mebija dalam tradisi Hindu Bali (Foto: Kalender Bali)
Balimemo.com - Pernahkah kamu memperhatikan umat Hindu di Bali menempelkan beras di dahi setelah melakukan ritual peribadahan atau sembahyang? Ya, hal yang disebut bija atau mabija ini lazim dilakukan karena merupakan bagian akhir dari proses sembahyang.
Biji beras bukan sekadar makanan pokok. Dalam ritual mabija, biji beras dianggap sebagai simbol kehidupan, kesuburan, dan kesucian. Sementara dahi merupakan pusat dari pikiran dan spiritualitas manusia.
Dengan menempatkan biji beras di dahi, ini menjadi media untuk memberikan penyucian dan penyegaran pada pikiran, serta diharapkan membuang segala pikiran negatif, dan menggantinya dengan pikiran-pikiran positif dan suci.
Namun, tidak semua biji beras dapat digunakan dari prosesi mabija. Bija harus terdiri dari beras utuh dan lonjong sempurna. Karena itu, tidak diperkenankan menggunakan biji beras yang terpotong batau cacat.
Menurut akar katanya, bija berasal dari bahasa Jawa kuno yakni vija. Vija dikaitkan dengan kata Om, yang merupakan nama utama dari Tuhan menurut keyakinan umat Hindu. Sebab, Om disebut pula vijaksara atau aksara Brahman tertinggi.
Adapun prosesnya, sebelum melakukan mabija wajib terlebih dahulu melakukan mathirta atau proses pembersihan menggunakan air suci. Ibarat hendak menanam benih, maka ladangnya harus dibersihkan agar benih bisa tumbuh dan berkembang.
Sebenarnya, mabija tak hanya diletakkan pada dahi. Dalam kepercayaan Hindu, mabija juga dapat diletakkan di beberapa tempat, antara lain: 1. Dada, yang dimaksudkan sebagai simbol penyucian pada hati; 2. Ditelan, diharapkan muncul benih-benih kesucian dari dalam diri; dan 3. Ubun-Ubun.
TAGS : Beras di Dahi Tradisi Bali Mabija Umat Hindu