Jum'at, 18/10/2024 15:49 WIB

Sejarah dan Asal-Usul Aksara Bali yang Tak Lekang Zaman

Alfabet Bali atau yang dikenal sebagai Aksara Bali, merupakan salah satu bentuk sistem penulisan tradisional yang berkembang di Pulau Bali

Balimemo dalam penulisan aksara Bali (Foto: Ist)

Balimemo.com - Alfabet Bali atau yang dikenal sebagai Aksara Bali, merupakan salah satu bentuk sistem penulisan tradisional yang berkembang di Pulau Bali. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa Bali, bahasa Kawi (bahasa Jawa kuno), serta beberapa teks sakral berbahasa Sansekerta.

Walaupun dikepung digitalisasi dan maraknya penggunaan alfabet Latin, aksara ini masih digunakan dalam konteks budaya dan agama. Seperti dalam penulisan lontar (manuskrip kuno), prasasti, serta dekorasi upacara keagamaan.

Aksara Bali berasal dari aksara Brahmi, yang kemudian berkembang menjadi aksara Pallawa dari India Selatan pada abad ke-8. Aksara ini kemudian mengalami perkembangan menjadi berbagai aksara lokal di Asia Tenggara, termasuk aksara Bali dan Jawa.

Alfabet Bali diperkirakan mulai terbentuk sekitar abad ke-10 hingga ke-12, bersamaan dengan berkembangnya agama Hindu di pulau ini. Keterkaitan antara aksara Bali dan aksara Jawa Kuno masih terlihat hingga kini, walaupun ada sejumlah perbedaan dalam penggunaannya.

Alfabet Bali termasuk dalam sistem aksara abugida, yang berarti bahwa setiap karakter dasarnya mewakili konsonan yang disertai bunyi vokal tertentu (biasanya vokal "a"). Vokal lainnya ditandai melalui penambahan tanda diakritik di atas atau di bawah karakter konsonan.

Terdapat 47 huruf dasar dalam alfabet Bali yang terdiri dari 14 huruf vokal dan 33 huruf konsonan. Selain huruf-huruf dasar, aksara Bali juga memiliki berbagai tanda baca serta angka yang unik.

Aksara Bali juga memiliki fungsi penting dalam penulisan teks-teks religius dan sastra. Naskah kuno seperti kakawin (puisi epik), teks lontar yang berisi ajaran agama, pengobatan tradisional, atau ilmu pengetahuan kuno ditulis menggunakan aksara Bali. Hingga kini, aksara ini masih ditemukan dalam konteks ritual keagamaan, seperti dalam daksina (sesaji) dan dekorasi upacara adat.

Penggunaan aksara Bali juga dipertahankan di lingkungan formal, seperti dalam nama jalan atau bangunan pemerintah di Bali. Hal ini berfungsi sebagai bentuk pelestarian budaya serta menunjukkan identitas masyarakat Bali.

Meski aksara Bali memiliki banyak kesamaan dengan aksara-aksara lain di Nusantara, seperti aksara Jawa, aksara Lontara dari Sulawesi Selatan, atau aksara Rejang dari Sumatra, ada beberapa perbedaan penting.

Pertama, penanda vokal. Salah satu ciri khas alfabet Bali adalah adanya tanda diakritik yang digunakan untuk merubah bunyi vokal dari huruf konsonan dasar. Sistem ini juga ada pada aksara Jawa, namun bentuk diakritik pada aksara Bali lebih khas dan unik.

Kedua, konsonan final (Gantungan dan Pangangge). Dalam aksara Bali, untuk menulis konsonan yang tidak diikuti oleh vokal (konsonan akhir), digunakan tanda khusus yang disebut gantungan atau pangangge.

Ketiga, penggunaan dalam agama. Berbeda dengan aksara Lontara yang lebih banyak digunakan dalam penulisan bahasa Makassar dan Bugis, aksara Bali berperan penting dalam konteks agama Hindu. Penggunaan aksara ini dalam upacara keagamaan, tulisan pada pura, atau kalender Bali menjadi ciri khas utamanya.

Walaupun peran alfabet Bali semakin tergerus oleh alfabet Latin dalam kehidupan sehari-hari, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan aksara ini. Pemerintah daerah Bali telah memperkenalkan aksara Bali dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.

Selain itu, teknologi modern juga turut membantu pelestarian aksara ini, seperti dalam bentuk font komputer, aplikasi keyboard aksara Bali, dan konten digital yang mempermudah generasi muda untuk mempelajari dan menggunakannya.

TAGS : Aksara Bali Warisan Tradisi Sistem Penulisan




TERPOPULER :